Pages

Tampilkan postingan dengan label review buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label review buku. Tampilkan semua postingan

[Book Review] KITCHEN karya Yoshimoto Banana

 

Ketika Kebahagiaan Ditemukan di Dapur Kesayangan

 


 

 

Opening

Apa yang terlintas di benak kalian ketika mendengar kata 'dapur'? Memasak? Hidangan? Kompor? Adonan? Wajan? Atau tempat yang wajib dikunjungi kaum perempuan? Semua itu mungkin sering kita temuai dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, pernahkah kalian menjadikan dapur sebagai tempat favorit hingga tempat self-healing?

Nah, buku Kitchen karya Yoshimoto Banana ini memang bercerita tentang dapur. Namun, sang penulis memberikan perspektif lain. Buku ini merupakan karya debut Yoshimoto Banana yang terbit tahun 1988 di Jepang dan telah meraih banyak penghargaan. Kemudian diadaptasi menjadi film pada tahun 1989 di negaranya sendiri, dan tahun 1997 di Hong Kong. Fakta menarik lainnya, buku ini telah diterjemahkan di lebih dari 30 negara, dan pernah dibaca oleh idola kenamaan Korea Selatan, RM BTS.

 

Film Kitchen, 1989


 

Di Indonesia sendiri, buku ini diterbitkan tahun 2021 oleh Penerbit Haru. Buku setebal 223 halaman ini memuat dua novelet alias novel pendek. Novelet pertama berjudul Kitchen—yang dijadikan judul buku. Sementara yang kedua berjudul Moonlight Shadow—yang juga sudah pernah difilmkan tahun 2021 di Jepang.

 

Film Moonlight Shadow, 2021

 

 

Ringkasan Isi Buku

Kitchen menceritakan tentang Sakurai Mikage yang menjadi sebatang kara usai ditinggal mati neneknya. Sampai beberapa hari kemudian, ia selalu tak sengaja tidur di dapur. Ia lalu dipungut keluarga Tanabe dan tinggal di apartemen mereka. Mikage jatuh cinta dengan dapur keluarga itu dalam pandangan pertama.

Di kediaman Tanabe, Mikage tinggal bersama Yuichi—juniornya di kampus, dan Eriko—ibu Yuichi yang sebenarnya adalah ayahnya. Saking cintanya kepada dapur, Mikage selalu memasak dengan hati bahagia. Hal itu dilakukannya hingga ia meninggalkan keluarga Tanabe untuk pindah ke apartemen baru. Mikage bahkan menemukan minat dan pekerjaan baru yang berhubungan dengan dapur.

Sementara Moonlight Shadow memiliki tokoh utama bernama Satsuki. Usianya baru 20 tahun. Tetapi harus menelan kepedihan mendalam atas kematian kekasihnya, Hitoshi. Untuk mengatasi rasa sedihnya, Satsuki melakukan jogging melintasi jembatan sejak sebelum matahari terbit. Hal itu ia lakukan selama dua bulan pasca kematian Hitoshi. Hingga pada suatu hari, ia bertemu perempuan misterius bernama Urara. Perempuan itu memberi tahunya perihal tontonan seratus tahun sekali yang akan terjadi di jembatan itu.

Kemudian ada tokoh lain bernama Hiiragi. Ia adalah cowok berusia 18 tahun dan merupakan adik Hitoshi. Hiiragi kehilangan kakak dan kekasihnya—Yumiko—sekaligus. Untuk mengenang Yumiko, ia memutuskan mengenakan seragam pelaut milik kekasihnya itu saat ke sekolah.

 

Review

Kedua cerita dalam buku Kitchen sesungguhnya memiliki tema yang sama, yakni perasaan sedih. Hanya saja, para tokoh menggunakan cara yang berbeda untuk mengobati perasaan tersebut. Tidak hanya mengobati, tetapi juga tidak malu-malu mengakui dan memvalidasi kesedihan itu. Baik Kitchen maupun Moonlight Shadow, semuanya ditulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Gaya penulisannya sederhana, tidak bertele-tele, dan tidak lupa diselipkan kalima-kalimat bermajas. Latar suasana pendukung pun menjadikan narasinya terasa indah dan tidak membuat pembaca bosan.

Para tokoh juga saling berbagi kisah sedih tanpa ada kesan adu nasib demi mendukung dan menguatkan satu sama lain. Mereka memiliki karakter yang kuat dan unik sehingga mudah diingat pembaca.

Novelet Kitchen sendiri terdiri dari dua bagian. Bagian pertama dimulai sejak Mikage kehilangan neneknya hingga tinggal di kediaman keluarga Tanabe, sedangkan bagian kedua bercerita tentang kehidupan Mikage setelah ia pindah ke apartemen baru. Alurnya dibuat maju-mundur tapi terstruktur. Akan tetapi, tidak ada adegan kilas balik yang menceritakan kedekatan Mikage dengan neneknya. Hanya ditulis di beberapa narasi. Juga, kalimat yang menekankan bahwa "Eriko adalah ibu Yuichi tapi sebenarnya adalah ayahnya" ditulis berulang-ulang dan sedikit mengganggu.

Moonlight Shadow dibuka dengan adegan kilas balik yang terjadi empat tahun lalu. Yaitu saat hubungan Satsuki dan Hitoshi dimulai. Setelah itu barulah dipaparkan keadaan Satsuki pada masa sekarang, pertemuannya dengan Urara, hingga komunikasinya dengan Hiiragi yang masih terjalin erat dan selalu menguatkan satu sama lain. Moonlight Shadow memiliki unsur cerita yang lengkap—alur maju-mundur dan profil para tokohnya digambarkan secara detail tapi tidak berlebihan. Hanya saja, saya kurang puas dengan penyelesaiannya. Karakter Urara pun saya nilai sedikit aneh untuk kehidupan tahun 80-an. Memang unik, tetapi seperti datang dari masa depan.

 

Closing

Saya mengetahui keberadaan buku ini pertama kali pada saat menonton drama Jepang yang tayang tahun 2015. Maka dari itu, saya sangat menantikannya terbit di Indonesia. Penantian saya berbuah manis sebab isi bukunya sangat bagus dan sarat akan pesan moral. Buku ini sangat recommended untuk berbagai kalangan, mulai dari remaja hingga lanjut usia.

Saya beri rating 9.3 dari 10 untuk Kitchen.

0

Review Buku: The Life-Changing Magic of Tidying Up karya Marie Kondo

 Bukan seni berbenah ala Jepang, ya.

 

Jika postingan pertama tadi membahas masalah-masalah dalam rumah tangga, maka postingan kedua ini akan membahas salah satu dari sekian banyak pekerjaan rumah tangga. Apa itu? Jawabannya adalah beres-beres. Ternyata, beres-beres itu ada seninya, lho. Biar menyenangkan dan menenangkan, katanya. Kira-kira hal apa saja yang menjadi dasar bahwa beres-beres itu butuh seni? Yuk, langsung saja kita bahas dalam postingan kali ini.



Judul Buku: The Life-Changing Magic of Tidying Up

Pengarang: Marie Kondo

Penerjemah: Reni Indardini

Penerbit: Bentang Pustaka

Tahun Terbit: Agustus 2016

ISBN: 9786022912446


Siapa, sih, yang nggak kenal Marie Kondo? Itu lho, seorang penulis sekaligus konsultan berbenah dari Negeri Sakura. Namanya populer beberapa tahun belakangan, bukan? Itu karena beliau membuat terobosan dalam dunia beres-beres yang disebut Metode KonMari. Kemudian, metode itu dituangkannya ke dalam buku berjudul The Life-Changing Magic of Tidying Up yang diterbitkan oleh Sunmark Publishing pada tahun 2011. Buku tersebut telah terjual lebih dari 5 juta eksemplar di seluruh dunia. Best seller nomor 1 di New York Times. Dan, Metode KonMari ini telah dipraktikkan oleh orang-orang dari berbagai negara. Pada tahun 2016, buku ini diterbitkan dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Bentang Pustaka.

Meskipun begitu, saya baru mengetahui keberadaan buku ini pada tahun 2018 dari media sosial. Saya pun baru membacanya tahun 2022.

Salah satu fakta mencengangkan yang saya temukan, ternyata masuknya buku ini ke Indonesia disebabkan 'hasutan' penulis idola saya, Dee Lestari, kepada CEO Bentang Pustaka untuk segera menerjemahkan dan menerbitkan buku ini ke dalam Bahasa Indonesia. Rasanya saya ingin berterima kasih kepada beliau yang turut andil dalam menghadirkan buku bagus dan penting ini.

 

Tujuan Buku Ini Ditulis

Buku ini memiliki tujuan mengilhami pembacanya supaya siap menjajal "beres-beres khusus", yaitu merapikan rumah sesegera mungkin. Bukan "beres-beres harian" yang berfungsi untuk mengembalikan sesuatu pada tempatnya.

 

Sekilas Tentang Isi Buku

Setelah membaca keseluruhan isi buku, intisari yang saya rangkum untuk dipraktikkan di rumah adalah sebagai berikut:

 

1. Membuang sampai tuntas terlebih dahulu

Maksudnya adalah: buanglah barang yang tidak perlu. Jika barang itu membangkitkan kegembiraan, maka simpanlah. Jika tidak, buanglah.
Caranya: pegang barang satu per satu.
Akan tetapi, jangan fokus pada barang yang hendak dibuang. Tetaplah fokus pada barang yang ingin disimpan.

2. Simpan barang sesuai kategori, bukan lokasi.

3. Berbenah sesuai urutan yang benar

Urutannya adalah: pakaian, buku, kertas, komono (pernak-pernik), dan kenang-kenangan. Jika dimulai dari barang penuh kenangan, maka kegiatan berbenah akan gagal.

4. Berbenahlah sekaligus sampai tuntas. Luangkan waktu khusus. Karena jika berbenah setiap hari, itu artinya berbenah tanpa henti.

5. Jangan sampai proses berbenah dilihat oleh anggota keluarga. Karena ada kalanya orang tua merasa waswas apabila melihat anaknya membuang barang.

6. Simpan barang dengan tatanan sesederhana mungkin. Jangan menyimpan di tempat yang tersebar-sebar.

7. Simpan barang secara vertikal (berdiri). Jangan ditumpuk.

Selain cara berbenah, Marie Kondo mengajak kita untuk memperlakukan barang layaknya manusia yang memiliki perasaan. Seni berbenah menurut Marie Kondo bukan sekadar beres-beres dan merapikan barang. Tetapi juga membuang barang yang jarang digunakan dan tidak membangkitkan kegembiraan--meskipun memiliki nilai fungsional, serta cara mengikhlaskan mereka.

Ada pula beberapa manfaat yang dapat kita rasakan ketika membenahi rumah. Menurut Marie Kondo, membenahi rumah adalah cara ampuh untuk menguak apa yang kita sukai. Orang-orang yang telah berbenah secara menyeluruh dan sampai tuntas, sekaligus, mengalami perubahan hidup yang dramatis, tanpa kecuali. Membuang barang yang tidak perlu sama dengan men-detoks rumah, yang juga berfungsi men-detoks pikiran. Sehingga pikiran menjadi damai usai berbenah. Jadi, berbenah sampai tuntas dapat menjernihkan pikiran.


Penilaian Saya Untuk Buku Ini

1. Ide Buku

Meskipun di sampulnya tertulis seni berbenah ala Jepang, saya lebih setuju jika ditulis seni berbenah dengan Metode KonMari. Mengapa? Karena kebanyakan klien Marie Kondo dari Jepang adalah para ibu yang telah berusia lanjut. Tentunya beres-beres telah menjadi rutinitas sehari-hari. Tetapi mereka tetap kembali ke kebiasaan berantakan. Usai menerapkan Metode KonMari, para klien tersebut tidak lagi melakukannya.
Selain para lansia, banyak juga perempuan muda dari berbagai kalangan yang menjadi klien Marie Kondo. Lalu, mereka yang baru saja mendaftar, harus masuk daftar tunggu selama tiga bulan.
Jadi, buku ini ditulis Marie Kondo untuk para klien jarak jauh.

 

2. Gaya Penulisan

Dengan sudut pandang orang pertama, Marie Kondo memaparkan Metode KonMari dengan jelas dan detail. Rasanya saya seperti tidak sedang membaca buku non-fiksi, tetapi seperti berhadapan langsung dengan sang konsultan. Gaya bahasanya ringan, mudah dipahami, dan tidak membosankan. Di sela-sela penjabarannya, beliau memberikan contoh-contoh kasus yang dialami para klien beserta solusinya. Hingga mereka akhirnya dapat berbenah dengan tuntas. 


Metode KonMari tidak ditemukan secara kebetulan dan instan. Metode ini lahir dari naluri Marie Kondo yang memiliki hobi beres-beres sejak kecil. Beliau menerapkan suatu metode, gagal, kemudian belajar dari kesalahan. Menerapkan metode lain, gagal lagi, mengganti metode lagi. Berkali-kali. Hingga pada puncak frustrasinya, perspektifnya pun berubah. Beliau mulai mengidentifikasi dan mempertahankan barang-barang yang membawa kebahagiaan.

Di tengah membaca buku ini, saya langsung terbayang betapa berantakannya kamar saya. Pakaian, buku, pernak-pernik, saya bisa langsung tahu mana yang sering saya gunakan, mana yang jarang, mana yang membuat saya bahagia, dan mana yang tidak. Begitu pula dengan kertas-kertas yang berisi catatan-catatan ide, tapi tidak kunjung saya eksekusi. Rasanya saya harus sesegera mungkin meluangkan waktu untuk berbenah dengan menggunakan Metode KonMari.

Buku ini sangat recommended untuk semua kalangan. Laki-laki, perempuan, tua, muda, lajang, dan yang punya pasangan. Saya rasa kalian harus membaca buku ini jika menginginkan rumah yang bersih dan rapi, serta pikiran tenang dan damai tanpa kembali lagi ke kebiasaan berantakan.

Rating 8.7 dari 10 untuk buku The Life-Changing Magic of Tidying Up.


0

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com